Kamis, 21 Desember 2017

PEREKONOMIAN INDONESIA

 SOSIALISASI EKONOMI ISLAM




Pada hari sabtu 9 desember 2017 kami kelompok 9 mengadakan sosialisasi tentang ekonomi islam dan sistem dari Bank syariah yang sudah di terapkan di Indonesia, sosialisasi ini dilakukan di Taman merjosari pada pagi hari.
Awalnya kita mencari masyarakat yang sedang duduk dan bersantai di taman merjosari, yang menjadi kendala kelompok kami selama sosialisasi yaitu banyak masyarakat yang menolak untuk disosialisasikan karena masyarakat tidak bisa mengerti dan takut jika tidak bisa menjawab dan mengerti apa maksud sosialisasi kami. Ada juga yang tidak ingin jika kita merekam apa yang kita sosialisasi dengan mereka.
Dan Allhamdulilahnya setelah beberapa menit kami berputar-putar mencari masyarakat yang mau kami ajak bersosialisasi akhirnya kami mendapatkan beberapa masyarakat yang bisa kami ajak sosialisasi. Dari sosialisasi ini kami menanyakan beberapa pertanyaan kepada masyarakat seperti:
1.         Apakah mereka mengetahui apa itu ekonomi islam?
2.         Apakah mereka mengetahui tentang riba?
3.         Apa mereka mengetahui tentang bank syariah?

Dari target sosial yang pertama yaitu mba Ella dia memang mengetahui sedikit tentang ekonomi islam, dan yang diketahui hanya ekonomi islam itu mengharamkan riba, maka dari itu kami menjelaskan terkait tentang apa itu ekonomi islam, dimana ekonomi islam itu adalah ekonomi yang hukm-hukumnya di ambil atau berasal dari al-quran, hadist, ijma dan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Kita juga menjelaskan tentang apa itu riba dan bagaimana contoh di kehidupan sehari-hari, seperti misalnya nasabah meminjam uang di bank untuk usaha sebesar 5 jt, jika di bank konvensional nasabah harus membayarkan bunga setiap bulannya sesuai kesepakatan diawal, apabila usaha nasabah untung memang tidak menimbulkan masalah namun apabila usaha sang nasabah rugi maka bank konvensional tidak memperdulikan maka nasabah harus tetap membayar bunga tersebut tentu saja ini akan memberatkan satu pihak yaitu nasabah yang meinjam. Berbeda dengan bank konvensional bank syariah menggunakan sistem bagi hasil dimana pembagian tersebut menggunakan hasil/profit yang kita dapat dari usaha, jadi apabila nasabah yang meminjamkan rugi maka akan ditanggung juga kerugiannya oleh bank syariah.
Selain itu kita juga menjelaskan tentang sistem yang ada di bank syariah yaitu sistem wadiah dimana sistem itu ketika nasabah menabung di bank syariah awalnya sebesar 100 rb maka untuk bulan-bulan berikutnya uang nasabah tesebut tidak akan terpotong, jadi uang nasabah yang ada di bank syariah tetap 100 rb tidak dikurangi dengan potongan perbulan beda dengan bank konvensional yang setiap blannya akan terpotong misalnya 10 rb/bulan.
Untuk target social yang kedua yaitu mba Ranti dia belum mengetahui persis tentang apa itu ekonomi islam jadi kita memberikan materi yang sama seperti ke mba Ella tadi.

            Kesimpulan dari hasil sosialisasi kita tentang ekonomi islam adalah banyak masyarakat yang belum memahami sepenuhnya tentang ekonomi islam, maka masih sangat dbutuhkan sosialisasi lebih dalam agar masyarakat bisa benar-benar paham apa itu ekonomi islam.

Senin, 27 November 2017

EKONOMI PEMBANGUNAN




SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) DAN PENGENTASAN KEMISKINAN.
Isu kemiskinan tetap menjadi isu penting bagi negara-negara berkembang, demikian pula dengan Indonesia. Penanganan persoalan kemiskinan harus dimengerti dan dipahami sebagai persoalan dunia, sehingga harus ditangani dalam konteks global pula. Sehingga setiap program penanganan kemiskinan harus dipahami secara menyeluruh dan saling interdependen dengan beberapa program kegiatan lainnya. Dalam SDGs dinyatakan no poverty (tanpa kemiskinan) sebagai poin pertama prioritas. Hal ini berarti dunia bersepakat untuk meniadakan kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pengentasan kemiskinan akan sangat terkait dengan tujuan global lainnya, yaitu lainnya, dunia tanpa kelaparan, kesehatan yang baik dan kesejahteraan, pendidikan berkualitas, kesetaraan jender, air bersih dan sanitasi, energy bersih dan terjangkau; dan seterusnya hingga pentingnya kemitraan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Sampai dengan akhir abad 20 kemiskinan masih menjadi beban dunia. Nampaknya isu kemiskinan akan terus menjadi persoalan yang tidak akan pernah hilang di dunia ini. Dunia meresponnya dengan menyepakati suatu pertemuan pada September 2000 yang diikuti oleh 189 negara dengan mengeluarkan deklarasi yang dikenal dengan The Millenium Development Goals (MDG’s). Salah satu targetnya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin hingga 50% pada tahun 2015. Deklarasi ini memberikan indikasi bahwa masalah kemiskinan masih menjadi masalah besar dunia yang harus ditanggulangi bersama. Dengan berakhirnya era MDGs yang berhasil mengurangi penduduk miskin dunia hampir setengahnya. Selanjutnya saat ini memasuki era SDGs (sustainable development goals), yang dimulai dengan pertemuan yang dilaksanakan pada tanggal 25-27 September 2015 di markas besar PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), New York, Amerika Serikat. Acara tersebut merupakan kegiatan seremoni pengesahan dokumen SDGs (Sustainable Development Goals) yang dihadiri perwakilan dari 193 negara. Seremoni ini merupakan lanjutan dari kesepakatan dokumen SDGs SHARE: SOCIAL WORK JURNAL VOLUME: 6 NOMOR: 2 HALAMAN: 154 - 272 ISSN:2339 -0042 (p) ISSN: 2528-1577 (e) 160 yang terjadi pada tanggal 2 Agustus 2015 yang juga berlokasi di New York. Saat itu sebanyak 193 negara anggota PBB mengadopsi secara aklamasi dokumen berjudul ”Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development” atau ”Mengalihrupakan Dunia Kita: Agenda Tahun 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan”. Dokumen SDGs pun dicetuskan untuk meneruskan dan memantapkan capaian-capaian MDGs sebelumnya agar langgeng dan berlanjut seterusnya. Kemiskinan Bagi Indonesia sendiri, kemiskinan masih merupakan persoalan yang menjadi beban berat, terutama dikaitkan dengan isui kesenjangan yang semakin melebar antara si kaya dan si miskin. Sebagai bagian dari anggota PBB Indonesia tentunya berkomitmen untuk mengatasi persoalan seiring dengan deklarasi SDGs. Itu artinya Indonesia juga dituntut untuk mewujudkan target-target yang ditetapkan dalam deklarasi PBB tersebut. Upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan secara integratif sebetulnya sudah dilakukan sejak tahun 1995, yaitu dengan dikeluarkannya Inpres Desa Tertinggal.

 Pemerintah melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan 1 http://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaranpers/sektor-infrastruktur-prioritas-penggunaan-danadesa-2016/ Kemiskinan telah membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Tim ini diketuai langsung oleh Wakil Presiden. Upaya nasional ini menunjukkan bahwa kemiskinan masih menjadi masalah yang serius. Bahkan pemerintah pusat telah merealisasikan penyaluran dana desa tahap pertama kepada pemerintah desa, sekitar 47 triliyun. Dana desa tersebut telah disalurkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Setelah disalurkan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) bertugas mengawal prioritas penggunaan dana desaagar sesuai dengan Peraturan Menteri yang telah ditetapkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa, dana desa di tahun 2016 ini digunakan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal desa bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Rabu, 22 November 2017


Urbanisasi, Permasalahan Serius Kotakota Besar di Indonesia

(ID : ariakesuma) Perkembangan ekonomi kota – kota besar di Indonesia yang semakin pesat memicu masyarakat untuk berpindah dari desa ke kota atau yang lazim di sebut urbanisasi, menurut Bintarto (1986) urbanisasi merupakan perpindahan pendudukan pedesaan ke perkotaan untuk tujuan tertentu atau perpindahan alih teknologi dari agraris ke industri karena kebutuhan kehidupan. Urbanisasi merupakan salah satu masalah sosial yang semakin serius bagi beberapa wilayah kota besar di Indonesia. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dan kota menimbulkan kesenjangan sosial yang cukup memprihatinkan. Selain Jakarta yang menjadi tujuan utama urbanisasi, kota-kota besar lain di Indonesia seperti Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, dan Batam,
Terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota disebabkan oleh berbagai faktor, perkembangan daerah perkotaan melalui sektor industri dan perdagangan serta keinginan untuk memperoleh penghasilan merupakan faktor penyebab terjadinya urbanisasi. Proses urbanisasi terjadi akibat kebijakan dan peraturan di daerah perkotaan, terutama bidang ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah kota. Hubungan positif antara konsentrasi penduduk terhadap kegiatan akan menyebabkan semakin besarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan permasalahan pada daerah perkotaan. Urbanisasi juga disebabkan oleh faktor momentum, seperti hari raya, bencana alam maupun momentum lain yang menyebabkan masyarakat berfikir bahwa membutuhkan kehidupan baru di perkotaan (Saefulloh, 2013).
Momentum yang paling memicu urbanisasi di Indonesia adalah hari raya, terutama pada hari raya idul fitri. Munculnya niat untuk pindah dari desa ke kota pasca hari raya umumnya sangat dipengaruhi oleh ajakan, kesalahan menerima informasi media massa, impian pribadi, dan terdesak kebutuhan ekonomi. Laju urbanisasi ini sangat mengkhawatirkan dikarenakan kualitas masyarakat yang melakukan urbanisasi masih rendah jika dilihat dari tingkat pendidikan, keahlian maupun kesadaran akan lingkungan. Urbanisasi cepat atau lambat akan berdampak pada permasalahan kependudukan dan lingkungan, permasalahan paling utama yang di sebabkan oleh urbanisasi besar – besaran pasca hari raya adalah tata perkotaan dan daya dukung kota. Pertambahan penduduk kota yang “dipaksa terjadi” begitu pesat akan sulit diikuti kemampuan daya dukung kota. Saat ini, lahan kosong di perkotaan sangat jarang ditemui. sarana dan prasarana yang telah ada seperti Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan trotoar bagi pedestrian beralih fungsi menjadi ruang untuk tempat tinggal maupun berjualan kaki lima, ruang untuk lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan baik yang di tengah kota maupun yang di pinggiran kota seperti di Daerah Aliran Sungai (DAS) dimanfaatkan sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang illegal (Saefulloh, 2013). DAS yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir karena tidak dapat lagi menampung air hujan. Bencana alam seperti banjir dapat terjadi dengan cepat begitu hujan turun dengan volume yang besar.
Dampak jangka panjang dari urbanisasi yang secara terus menerus setiap tahunnya pasca hari raya adalah permasalahan lingkungan, lingkungan pemukiman menjadi kumuh dan tidak layak huni serta tidak sehat karena sering terkena banjir dan asap polusi kendaraan yang tinggi. Pergerakan penduduk daerah lain ke kota besar untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila penduduk yang datang mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan. Namun, kenyataannya banyak di antara mereka yang urbanisasi tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, dan pekerjaan lain yang sejenis. Bahkan masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan memilih atau terpaksa tinggal di kota dan menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
Alasan utama yang menjadi pemicu meningkatnya urbanisasi pasca hari raya adalah keinginan untuk mengubah keadaan hidup menjadi lebih baik, dan pandangan masyarakat bahwa kehidupan masyarakat perkotaan lebih baik dari pada kehidupan masyarakat di perdesaan. Hal ini menyebabkan urbanisasi besar-besaran tanpa dukungan sumber daya manusia yang memadai serta kesalahan asumsi bahwa berpindah ke perkotaan akan memperbaiki kehidupan, sehingga terjadi peningkatan pengangguran, kriminalitas, dan masalah sosial di kota besar. Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang orientasinya adalah membangun daerah pedesaan dengan menciptakan lapangan kerja serta perputaran ekonomi yang tinggi di pedesaan. Beberapa kebijakan pemerintah perlu di intensifkan dan di perbaiki seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pedesaan yang di prioritaskan untuk kewirausahaan dan pembangunan ekonomi jangka panjang sehingga masyarakat desa tidak tertarik lagi untuk pindah ke perkotaan dan memilih untuk membangun desa,

Referensi
Bintarto1986. Urbanisasi Dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia



MASALAH POKOK PENDIDIKAN DI INDONESIA
Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan social budaya dan masyarakat sebagai suprasistem. Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak singkron dengan pembanguan nasional. Kaitan yang erat  antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai suprasistem tersebut di mana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahakn intern sistem kondisi pendidikan itu menjadi sanggat kompleks, artinya suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri.
Misalnya masalah mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat di lepaskan dari kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat di sekitarnya, dari mana murid-murid sekolah tersebut berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya di luar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga sanggat kompleks, menyangkut banyak komponen dan melibatkan banyak pihak.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang di hadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita yaitu :
a.    Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan
b.   Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan  kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat.
Dari kedua masalah pokok tersebut, maka permasalahan pokok yang pertama yaitu mengenai masalah pemerataan pendidikan dan masalah pokok yang ke kedua menyangkut masalah mutu, efisiensi dan relevansi pendidikan.
Jenis-jenis Permasalahan Pokok Pendidikan
Dalam lingkup nasional, telah ditetapkan empat masalah pokok pendidikan yang dirasa perlu untuk diprioritaskan penanggulangannya. Empat masalah pokok tersebut yaitu:

1.      Masalah pemerataan pendidikan
Dalam rangka memajukan bangsa dan kebudayaan nasional serta melaksanakan fungsi dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas demi pembangunan, maka perlu ditekankan bahwa pendidikan di  Indonesia harus mampu menerapkan pelaksanaan pendidikan yang merata. Adapun yang dimaksud pelaksanaan pendidikan yang merata adalah  pelaksanaan program pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan atau biasa disebut perluasan kesempatan belajar. Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality dan equity. Equality atau persamaan mengandung arti persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Sehingga dalam hal ini masalah pemerataan pendidikan dikatakan  timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat mengenyam pendidikan atau dapat dikatakan tidak dapat ditampung di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia.
Sejak awal perhatian terhadap pemerataan pendidikan telah mulai digancarkan secara yuridis.  Bagi anak-anak usia sekolah, mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan terutama SD merupakan hal yang sangat penting. Diharapkan mereka dapat memperoleh bekal dasar seperti kemampuan membaca, menulis dan berhitung sehingga mampu mengikuti perkembangan bangsa.
Permasalahan Pemerataan dapat terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Sehingga menyebabkan kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daerah-daerah terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.

2.      Masalah Mutu Pendidikan
Mutu diartikan sama halnya dengan memiliki kualitas dan bobot.Pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghasilkan tenaga profesional yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini. Dalam dunia pendidikan, mutu pendidikan menjadi sorotan karena sangat berperan besar dalam menentukan kualitas sumber daya manusia yang telah tercetak melalui pendidikan. Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan.
Mutu pendidikan menjadi suatu permasalahan apabila hasil dari pendidikan tersebut belum mampu mencapai taraf yang diharapkan yaitu menghasilkan keluaran berupa tenaga profesional yang berguna bagi bangsanya. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan system sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tersebut terjun ke lapangan kerja. Penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan system tes unjuk kerja.
Jika tujuan dari pendidikan nasional dijadikan sebagai kriteria kelulusan suatu mutu pendidikan, maka keluaran dari suatu system pendidikan menjadikan pribadi yang bertaqwa, mandiri dan berkarya, anggota masyarakat yang yang social dan bertanggung jawab, warga Negara yang cinta pada tanah air dan memiliki rasa kesetiakawanan social. Dengan demikian keluaran tersebut diharapkan mampu mewujudkan diri sebagai manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan juga lingkungan
Terkadang orang-orang melakukan penilaian salah terhadap mutu pendidikan. Banyak yang berpendapat bahwa mutu pendidikan dapa dinilai melalui hasil akhir belajar siswa, misalkan saja nilai UN (Ujian Nasional). Sesungguhnya mutu pendidikan yang baik hanya akan didapatkan oleh seseorang setelah melalui proses belajar yang baik pula. Memahami dan mengikuti dengan baik proses belajar sehingga diharapkan dapat menunjukkan hasil belajar yang bermutu. Meskipun hasil tes akhir terlihat memuaskan dari segi nilai, namun jika tidak mengikuti proses dengan baik maka hal hasil tidak akan tercipta keluaran yang berumutu secara pribadi masing-masing. Sehingga proses suatu pendidikan sangat menentukan mutu pendidikan.
Masalah mutu pendidikan yang harus disoroti dan diusahan penanggulangannya di Indonesia adalah masalah pemerataan mutu pendidikan teruama antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Pemerataan ini sangat penting adanya agar peningkatan mutu pendidikan dirasakan oleh semua siswa di berbagai pelosok tanah air sehingga nantinya memberi dampak posiif terhadap munculnya banyak keluaran yang professional di tanah air ini.

3.      Masalah Efesiensi Pendidikan
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisisennya tinggi. Jika terjadi sebaliknya efisiensinya berarti rendah.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting adalah :
a.    Bagaimana tenaga pendidikan difungsikan
b.    Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan
c.    Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d.   Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga
Jika penggunaannya tepat sasaran maka dapat dikatakan efisiensinya tinggi. Namun jika terjadi yang sebaliknya maka dikatakan pendidikan memiliki efisiensi rendah.
Jika dikaitkan dengan permasalahan nyata di masyarakat, maka masalah efisiensi pendidikan yang pelu memperoleh sorotan yaitu prihal pengangkatan, penempatan dan pengembangan tenaga.
Pengangkatan yang dimaksud disini adalah pengangkatan tenaga kependidikan untuk memenuhi kebutuhan dilapangan. Namun masalah yang terjadi dalam pengangkatan ini adalah kesenjangan antara tenaga yang berlomba-lomba untuk mendapakan pengangkatan dengan quota pengangkatan yang sangat terbatas. Kebutuhan lapangan tidak mampu menampung semua tenaga kependidikan yang ada sehingga hal ini berarti keberadaan tenaga tersebut tidak dapat segera difungsikan.
Begitu pula dengan masalah penempatan, di Indonesia masalah penempatan guru masih saja terjadi dalam lingkungan pendidikan. Seringkali ditemukan bahwa seorang guru mengajar suatu bidang studi yang tidak sesuai dengan lulusannya. Hal ini juga dikarenakan oleh masalah jatah pengangkatan  yang kurang efisien sehingga ada sekolah dengan jumlah guru bidang studi tertentu berlebihan namun kekurangan guru untuk suatu bidang studi. Sehingga kebberadaan guru yang berlebihan akan dialokasikan oleh sekolah untuk mengajarkan bidang studi yang gurunya kurang meskipun diluar kewenangan guru tersebut. Misalkan saja guru IPA harus mengajarkan budi pekerti atau agama. Hal ini tentu menunjukkan bahwa kurangnya efisiensi dalam pemanfaatan atau memfungsikan tenaga kependidikan.
Jika ditinjau dari masalah pengembangan tenaga kependidikan maka kaitannya adalah penanganan pengembangan tenaga pelaksana di lapangan sangat lambat. Sebagai salah satu contohnya yaitu kesiapan tenaga kependidikan dalam menyambut kurikulum baru. Meskipun ada suatu pembekalan namun para tenaga kependidikan seringkali beranggapan bahwa perubahan kurikulum terlalu cepat dan tidak dibarengi oleh kesiapan dari tenaga pendidik. Kesiapan ini kurang dikarenakan pengembangannya dilapangan juga sangat lambat yaitu berupa penggalakan penyuluhan, latihan, lokakarya serta penyebaran buku panduan baru yang kurang cepat dalam pelaksanaannya. Sehingga masih ada istilah keterlambatan. Keputusan untuk memberlakukan kurikulum ini pun menjadi perbincangan pro dan kontra sehingga memerlukan waktu lama untuk menyepakatinya. Sehingga hal ini dianggap bahwa proses pendidikan kurang efektif dan efisien.
Masalah efisiensi dalam penggunaan sarana dan prasarana sering juga terjadi dalam dunia pendidikan. Kurangnya perencanaan dalam pengadaan sarana dan prasarana dapat menjadi satu factor penyebabnya. Sebagai salah satu contoh yaitu adanya pengadaan sarana pembelajaran tanpa dibarengi dengan pembekalan kemampuan dan keterampilan dari pemakai.

Rabu, 15 November 2017

PEREKONOMIAN INDONESIA

UPAYA PENINGKATAN  BANGUN  DESA YANG LEBIH BAIK



yang pertama saya lakukan untuk pembangunan desa yang lebih baik yaitu mengubah pola pikir masyarakat yang masih dominan memakai pola pikir jaman dahulu menjadi pola pikir yang lebih maju, karena ketika kita mau membangun sesuatu yang baru tanpa didukung oleh lingkungan setempat proses pembangunan tersebut tidak bisa berjalan dengan lancar.
yang kedua saya akan mengadakan sosialisasi pembangunan desa yang lebih baik dan memberi arahan-arahan kepada masyarakat sekitar, jadi kita harus memberi wawasan yang luas untuk masyarakat tersebut agar masyarakat tau akan pentingnya bangun desa yang lebih baik dari segi pola pikir serta dari segi pengerjaanya.


setelah kedua itu saya lakukan barulah saya akan memulai mengajak masyarakat untuk membangun desa yang lebih baik, dari sitem Rukun Tetanganya yang harus di terapkan dalam masyarakat tersebut sampai dari sitem gotong-royongnya juga diperlukan karena adanya Rukun Tetanga masyarakat disekitar desa tersebut jadi terolah, kita juga harus menerapkan karang taruna untuk pemuda-pemudi untuk menggurus desa tersebut agar masyarakat bisa lebih baik dari segi pendidikan dan dari segi cara pandang masyarakat terhadap desanya tersebut 


Rabu, 08 November 2017

Manfaat dan Masalah Bonus Demografi Bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia



Keuntungan bagi Indonesia adalah kita memiliki demografi penduduk muda dan ini bisa menjadi source(of growth).Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan salah satunya oleh kualitas sumber daya manusia yang dimiliki bangsa itu.Demikian halnya dengan bangsa Indonesia yang saat ini masih dalam taraf membangun, sangat membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas.Berkaitan dengan hal ini, Indonesia saat ini disebut sedang memasuki suatu tahapan atau era yang
sangat krusial dan menentukan dalam perjalanannya sebagai sebuah bangsa yang juga berada dalam masa pembangunan.




Indonesia saat ini merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Jumlah penduduk di Indonesia berjumlah 237.641.236 juta jiwa menurut Sensus Penduduk tahun 2010. Pada tahun 2015 melalui SUPAS 2015, jumlah penduduk Indonesia sudah berjumlah 255.182.144 juta jiwa. Sebanyak 171.030.112 atau sekitar 67% merupakan penduduk yang termasuk usia kerja dengan rentang usia antara 15-64 tahun. Berdasarkan data tersebut, Indonesia mempunyai potensi yang tidak dimiliki oleh bangsa lain yaitu bonus demografi.
Banyaknya penduduk usia produktif di Indonesia merupakan suatu keuntungan bagi bangsa Indonesia. Saat ini banyak perusahaan asing, bahkan perusahaan dunia, yang membuka pabrik produksinya di Indonesia. Mengapa perusahaan tersebut tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia? Terkait dengan jumlah penduduk usia produktif yang banyak, sesuai hukum ekonomi yang menyebutkan jika demand (permintaan) rendah sedangkan supply (penawaran) tinggi maka harga pasar menjadi rendah, hal ini menjadi daya tarik bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena sumber daya manusia yang tersedia melimpah sedangkan upah yang diberikan rendah. Selain itu, sifat masyarakat Indonesia yang konsumtif juga turut memberikan andil dalam menarik investor untuk menanamkan modal di Indonesia. Adanya penanaman modal oleh asing yang berakibat pada terciptanya lapangan kerja serta jumlah penduduk usia produktif yang banyak bisa berimbas pada pertumbuhan ekonomi. Jika mereka produktif akan mendorong penciptaan output yang lebih besar yang tentunya akan membuat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi. Struktur penduduk Indonesia yang didominasi oleh penduduk usia produktif menuntut pemerintah untuk bisa memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia dengan sebaik-baiknya. Terbatasnya sumber daya alam bukan berarti bencana, dengan bonus demografi diharapkan Indonesia menjadi negara yang tidak selalu mengekspor barang mentah namun bisa mengolahnya menjadi barang setengah jadi bahkan menjadi barang jadi sebelum kemudian diekspor ke luar negeri.
Namun, bonus demografi juga bisa menjadi bumerang yang justru memberikan efek domino bagi bangsa Indonesia. Banyaknya penduduk usia kerja tidak selalu mendatangkan keuntungan tapi juga bisa mendatangkan masalah. Pengangguran merupakan masalah awal yang ditimbulkan dari bonus demografi tersebut. Ketika jumlah pencari kerja yang banyak tidak diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja yang bisa menampung seluruh tenaga kerja, yang terjadi selanjutnya adalah tidak terserapnya tenaga kerja tersebut yang mengakibatkan terjadinya pengangguran. Banyak faktor yang menyebabkan tenaga kerja tersebut tidak terserap dengan baik, diantaranya disebabkan karena terbatasnya lapangan kerja dan tingkat keterampilan atau kemampuan pekerja yang kurang. Lapangan kerja yang terbatas berkaitan erat dengan karakteristik orang Indonesia yang lebih senang untuk menggantungkan diri terhadap pekerjaan dan cenderung mencari pekerjaan untuk menjadi pekerja atau karyawan daripada menjadi seorang pengusaha untuk membuka lapangan kerja. Keterampilan dan kemampuan pekerja yang kurang cukup membuat mereka kalah bersaing di pasar dan tidak memiliki daya saing sehingga menjadi pengangguran.



Setelah pengangguran terjadi, masalah yang terjadi selanjutnya adalah pemukiman kumuh. Semakin banyak orang tentu ruang gerak dan kebutuhan tempat tinggal semakin meningkat sedangkan lahan yang ada terbatas. Pemukiman kumuh kemudian menimbulkan masalah baru, yaitu masalah sosial dan kebersihan. Penduduk usia kerja yang kalah saing tersebut kemudian berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akibat kalah bersaing, yang bisa mereka lakukan adalah dengan melakukan kejahatan yang meresahkan masyarakat, sehingga tidak heran di kota besar banyak ditemui preman dan kasus kejahatan lainnya. Pemukiman kumuh yang ada juga memberikan masalah pada  kebersihan kota. Pemukiman kumuh umumnya berada pada pinggiran kota dengan kondisi yang kurang layak serta sampah yang berserakan di segala tempat. Akibat dari masalah kebersihan adalah masalah kesehatan. Kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan kotor membuat masyarakat yang tinggal di daerah tersebut mengalami masalah kesehatan.

UTS KEWIRAUSAHAAN ( Laporan Analisis Stand Bunga Luwes H. Akhiyar )



Pak Akhiyar ingin membuka bisnis pupuk dan berproduksi sendiri berawal dari kebutuhan lingkungan sekitar. Di Jalan Bukit Berbunga No. 89, Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu. Sebelum tahun 2000, daerah tersebut penuh dengan perkebunan. Pak Akhiyar pun memanfaatkan peluang dengan menjual sekam yang bagus untuk tanaman. Setelah itu beliau juga memproduksi dan menjual pupuk organik. Pupuk tersebut berasal dari kulit buah, daum dan kotoran hewan –seperti cacing, gajah, bahkan kambing.
Dikarenakan pupuk yang dibuat pak Akhiyar berasal dari kulit buah dan daun maka beliau juga membuat tanaman. Tanaman itu akan dimanfaatkan limbah organiknya untuk pembuatan pupuk. Stand Bunga Luwes memakai bahan pupuk organik dari limbah. Usaha pak Haji Akhiyar siap melayani pelanggannya setiap hari dari jam 07.00-17.00.

Sejarah berdirinya Stand Bunga Luwes H. Akhiyar
Stand Bunga Luwes ini menyediakan berbagai bunga rias, bibit sayur dan salah satunya menyediakan pupuk organik, stand ini berdiri sejak tahun 2000. Awalnya pak Akhiyar sering konsultasi dengan temen-temenya untuk pembuatan pupuk organik ini, mulai bahan yang digunakan mengandung apa dan bagaimana nanti hasilnya, pak Akhiyar saat itu ber-patner dengan salah satu temannya yang kuliah di Universitas Brawijaya jurusan pertanian dan akhirnya pak Akhiyar berani mencoba untuk membuat pupuk sendiri. Pak Akhiyar membeli sejirigen air liur kuda dengan seharga Rp 20.000 yang dibeli dari temannya untuk pembuatan pupuk cair.
Pada saat itu  pak Akhiyar akhirnya mendirikan stand sendiri di depan hotel Grand City. Saat ini beliau memiliki 3 karyawan yang memiliki tugas berbada satu sama lain, ada yang membuat pupuk dan ada pula yang bagian penjualan. Usaha beliau telah menjalin kerja sama dengan Universitas ternama seperti Institus Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Muhammadiyah (UMM). Selain itu juga ada Toko Trubus yang telah lama menjalin kerja sama dengan pak Akhiyar. Pemasaran pupuk organik ini telah mencapai luar Jawa yaitu Bali dan Kalimantan.
           
Bahan-Bahan dan Proses Pembuatan Pupuk Organik
            Seperti halnya dalam bahan-bahan pembuatan pupuk organik, pupuk organic buatan bapak Hj. Akhiyar ini sama sekali tidak menggunakan bahan kimia dalam pembuatannya. Dalam pembuatannya, beliau mencampurkan bahan-bahan sebagai berikut:
·                Tanah hutan/ Humus                
·                Abu gula
·                Biji randu
·                Sekam/ dedak kasar
·                Pikobit
·                Batok kelapa
·                Kotoran kambing
·                Pakis halus
·                Pasir hitam
·                Sekam bakar/ abu dedak kasar
Dalam pembuatan pupuk organik milik Hj. Akhiyar ini cukup unik, saat kami temui seorang pegawai bapak Hj. Akhiyar yang sedang memasukkan pupuk kedalam kemasan siap jual dalam proses fermentasi, pegawainya tersebut menjelaskan bahan-bahan pupuk diatas tidak dicampur seperti halnya pembuatan pupuk pada umumnya. Namun semua bahan-bahan pembuatan tersebut hanyaa ditumpuk atau ditimbun secara berurutan dan tanpa penyekat, jadi bahan-bahan tadi akan mengalami proses fermentasi secara sempurna terlebih dahulu sebelum dicampurkan. Proses penumpukan bahan-bahan ini dilakukan selama sekitar satu minggu. Kemudian setelah proses fermentasi barulah bahan-bahan tadi dicampurkan dan langsung dimasukkan kedalam kemasan berisi 5 kg dan kantung besar untuk pengiriman ke luar pulau. Salah satu pegawai bapak Hj. Akhiyar mengatakan alasan mengapa bahan-bahan pupuk tidak langsung dicampur dalam proses fermentasi adalah agar proses fermentasi yang akan mengeluarkan zat-zat gas tidak terbuang, karena apabila dicampur langsung maka selama satu minggu tersebut akan menghilangkan zat-zat gas yang terkandung didalam bahan-bahan pupuk.
Kami juga menanyakan bagaimana proses mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan pupuk organik ini. Bapak pegawainya tersebut menjelaskan, beberapa bahan ada yang mencari langsung ke hutan dan ada yang diantarkan oleh beberapa masyarakat. Seperti halnya tanah hutan dan pasir hitam, para pegawai harus mengambil langsung dari hutan. Sedangkan untuk bahan lainnya beberapa masyarakat menampungnya atau membelinya dari masyarakat yang datang mengantarkan seperti kotoran kambing dari peternak kambing sekitar tempat produksi dan beberapa bahan lainnya.

Omset  (Pendapatan )
Pak Akhiyar menjelaskan bahwa untuk omset bersih yang didapatkan saat ini mencapai  kurang lebih 3-4 juta per bulan. Sebelumnya beliau tidak mendapatkan omset sebesar itu, namun karena kegigihan beliau secara bertahap omset mulai meningkat mulai dari 30 ribu pe rbulan hingga 4 juta. Beliau gigih mengikuti pelatihan-pelatihan pertanian dan membuat strategi dengan pemanfaatan ilmu yang didapat.

Dari omset yang didapatkan , bukan hanya menjual pupuk tetapi di sambil menjual tanaman yang sedang laris di pasar dan juga pot-pot bunga yang memiliki model unik. Untuk bunga dihargai mulai dari 10.000 hingga 100.000 sedangkan untuk pot memliki harga 27.000 dan untuk pupuk sendiri memiliki harga 5000/ 5 kg. Dari usaha memproduksi pupuk dan juga tanaman Pak Akhiyar bisa menunaikan Haji bersama istrinya . 

PEREKONOMIAN INDONESIA

 SOSIALISASI EKONOMI ISLAM Pada hari sabtu 9 desember 2017 kami kelompok 9 mengadakan sosialisasi tentang ekonomi islam dan s...